Jangan Pelihara Satwa Liar!


Isu pelestarian satwa bukanlah isu yang baru. Isu ini sudah muncul cukup lama begitu juga di Indonesia. Banyak LSM dan para aktivis yang tak pernah lelah untuk melestarikan satwa liar, akan tetapi kehidupan satwa liar di Indonesia masih banyak yang memprihatinkan. Kalau kita lihat di pasar-pasar kita akan dengan mudahnya menemukan satwa liar yang dijual dengan bebas. Sungguh sangat memprihatinkan.

Pelestarian satwa liar memang bukan perkara mudah. Dana yang dibutuhkan untuk melestarikan satwa liar juga tidak sedikit. Sampai muncul suatu pameo dalam masyarakat “jangan berbicara tentang konservasi satwa liar jika masyarakat masih memikirkan besok mau makan apa”. Memang usaha pelestarian satwa liar kerap kali berbenturan dengan masalah “perut” atau masalah mata pencaharian seseorang atau kelompok tertentu. Bisnis perdagangan satwa liar cukup menggiurkan, tak jarang para penjual dan pembeli bertransaksi melalui media internet seperti social media. Modusnya bermacam-macam, ada yang menyamarkan nama satwa yang akan dijual. Mengecat rambut satwa sehingga satwa tersebut tidak terlihat seperti satwa liar yang dilindungi.

Adanya perdagangan disebabkan karena ada permintaan dan ada barang yang tersedia (demand and supply). Perdagangan satwa liar terjadi karena ada pihak yang membeli satwa liar. Jika tidak ada orang yang mau membeli satwa liar maka perdagangan satwa liar dapat dihentikan. Padahal untuk membeli satwa liar juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Rata-rata mereka yang membeli satwa liar adalah orang dengan kemampuan ekonomi menengah ke atas. Mereka membeli satwa liar dengan alasan prestise dan alasan lain yang sebenarnya (maaf) kurang masuk akal menurut saya.

Selain membutuhkan dana yang besar untuk membeli satwa liar, dana yang dibutuhkan untuk memelihara satwaliar juga sangat besar. Biasanya satwa liar dijual pada saat masih kecil. Satwa liar yang masih anakan akan terlihat lebih lucu. Selain itu satwa liar anakan akan tidak berbahaya dan lebih mudah menghandle nya. Itu ketika satwa liar masih kecil, lalu apa yang akan terjadi ketika satwa liar tersebut tumbuh menjadi dewasa?. Satwa liar yang dulunya imut dan lucu akan berubah menjadi monster yang mengerikan. Setelah hal ini terjadi biasanya pemilik akan melepaskan satwa tersebut di alam bebas. Disinilah kembali timbul masalah. Rilis satwa bukan lah perkara mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk menyatakan seekor satwa bisa dirilis atau tidak. Masalah kesehatan satwa liar, satwa yang dirilis harus dipastikan dalam keadaan sehat supaya tidak menularkan penyakit kepada satwa lain di tempat dimana dia di rilis. Kemudian masalah perubahan tingkah laku, apakah satwa yang selama hidupnya dipelihara mampu untuk bertahan di alam?. Mampu untuk mencari makan, membuat sarang, mencari pasangan dan lain-lain. Belum lagi jika ternyata satwa tersebut dilepaskan di habitat yang salah. Satwa tersebut akan menjadi spesies asing (baca tulisan saya tentang alien spesies) yang akan merusak ekosistem habitat dimana dia dilepas.

Alasan penyakit juga merupakan hal yang harus diperhatikan. Zoonosis atau penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia dan sebaliknya saat ini menjadi ancaman yang sangat serius. Menurut WHO 70% penyakit baru (emerging atau new emerging disease) adalah zoonosis. Semakin banyak orang yang memelihara satwa liar akan memberikan ruang yang sangat luas bagi zoonosis untuk berkembang.

Manusia dan hewan diciptakan dengan habitatnya masing-masing. Adalah menyalahi kodrat apabila satwa liar harus hidup di lingkungan yang dekat dengan manusia. Satwa pasti tidak akan mersa nyaman apabila berdekatan dengan manusia, begitu juga manusia tidak aman jika terus-menerus berdekatan dengan satwa liar. Mari lah kita mulai memikirkan tentang hal ini. Stop pembelian satwa liar, stop memlihara satwa liar. Mereka sama seperti kita yang ingin hidup bebas tanpa ada yang mengekang. Mereka juga ingin tinggal di habitat yang memang sudah ditakdirkan menjadi habitat mereka. Let Them Free! Salam Lestari!

Leave a comment